Tetaplah Teguh Pak Anies

Oleh: Arditya Hadiwinata

Saya tergerak untuk menulis ini sebab beberapa waktu lalu, ada satu artikel yang ditulis oleh kawan satu almamater saya yang mengaku sebagai Tsamara Amany tentang kekecewaannya kepada Pak Anies, karena Pak Anies dianggap terlalu cepat berubah dan berkunjung ke Markas FPI di Petamburan. Saya pun tak tahu harus mengawali tulisan ini darimana dan bagaimana. Saya bukan ingin membela Pak Anies apalagi tercatat sebagai tim sukses Anies-Sandy. Secara pribadi, saya akui memang Pak Anies merupakan salah satu faktor mengapa saya rela pindah kuliah dari salah satu universitas swasta di Jakarta ke Universitas Paramadina.

Saya memang tak sampai meninggalkan kelas untuk duduk didepan mendengarkan Pak Anies bicara ketika beliau sebagai Mendikbud datang ke Paramadina. Saya juga tidak mengejar tandatangan beliau pada bukunya yang berjudul “Melunasi Janji Kemerdekaan.” Saya juga tidak menunda mengerjakan tugas untuk mendengarkan Pak Anies memberikan sambutan dalam acara perayaan Hari Film Nasional tahun 2016. Walau demikian, hal ini tidak lantas mengurangi rasa hormat dan apresiasi saya kepada beliau. Hormat atas berbagai gagasan yang sangat inspiratif dan apresiasi atas gerakan-gerakan positif yang telah beliau inisiasi.

Baca Juga:  Jokowi, Prabowo, dan AHY, Koalisi atau Kompetisi di 2019?

Bagi saya kekecewaan Tsamara kepada Pak Anies akibat beliau dianggap terlalu cepat berubah sangatlah rancu. Soal Pilgub DKI, Pak Anies memang diusung dan didukung oleh dua partai yang dulu sempat berseberangan dengan dirinya saat Pilpres 2014. Saya tak mau terlalu dalam membahas ini atau menganalisa bak seorang pengamat politik ulung. Saya sadar bahwa diri ini belum pantas dan belum cukup ilmu untuk mengatakan bahwa Pak Anies terlalu cepat berubah atau bahkan luntur idealismenya.

Ketika Pak Anies ikut dalam konvensi Partai Demokrat pun, banyak yang mempertanyakan keputusannya itu, kemudian ia menjawab pertanyaan publik melalui sebuah video dari akun youtube miliknya. Pak Anies memilih untuk turun tangan dan mengikuti konvensi Partai Demokrat karena memang hanya Partai Demokrat yang terbuka bagi siapapun untuk ikut konvensi saat itu. Padahal saat itu kita ketahui bersama bagaimana citra Partai Demokrat, dan Pak Anies sering juga mengkritisi Pemerintahan SBY. Selain itu, Pak Anies pun sering mengatakan bahwa bagi dirinya, ketika ada tugas untuk mengabdi pada bangsa dan negara ia akan selalu siap ditempatkan dimanapun dan sebagai apapun.

Baca Juga:  Anies Baswedan dan Keranda

Saya coba untuk berpikir, lalu kenapa kawan saya sampai “kaget” dengan apa yang Pak Anies lakukan sekarang karena maju di Pilgub DKI yang diusung oleh Partai Gerindra dan PKS? Apa betul begitu cepatnya Pak Anies berubah? Ah saya rasa tak ada yang berubah dari Pak Anies, justru Pilgub DKI ini menunjukan konsistensi beliau bahwa bagi dirinya, apapun partainya, apabila memang dengan terbuka menawarkan dia untuk mengabdi pada bangsa dan negara, maka tak ada masalah baginya.

Dalam tulisan anda, anda juga menafsirkan bahwa opini Pak Anies tahun 2012 di Kompas mengenai Tenun Kebangsaan mengarah pada FPI, sehingga kedatangan Pak Anies ke Petamburan menjadi salah satu alasan kekecewaan anda. Padahal, apakah betul opini Pak Anies tersebut mengarah kepada FPI? Apakah betul Pak Anies menilai FPI lah yang telah merusak tenun kebangsaan dalam tulisannya? Jangan-jangan anda yang gagal paham dengan apa yang dimaksud oleh Pak Anies dalam opini tersebut, atau mungkin anda memang tidak bisa berlaku adil sejak dalam pikiran.

Baca Juga:  Angket DPR Terhadap KPK merupakan bentuk Evaluasi

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *