Hizbut Tahrir dan Doktrin Nazi Hitler

Oleh : Sumanto Al Qurtuby

Untuk megenal lebih dalam dan kaffah (komprehensif) tentang Hizbut Tahrir (HT atau “Partai Pembebasan”) tidaklah lengkap jika kita tidak mempelajari sejarah pendirinya, Taqiyuddin al-Nabhani (1909-1977), dan untuk mengenal lebih dalam dan kaffah tentang Taqiyuddin, maka tidaklah lengkap jika kita tidak mempelajari dan mengenal teman, mentor, dan inspirator-nya yang bernama Amin al-Husseini (1895-1974), seorang Mufti Besar Jerusalem dan bekas tentara Emperium Turki Usmani (Ottoman Empire).

HT yang berdiri tahun 1952, di Jerusalem, Palestina, sebetulnya hanyalah penjabaran dan aktualisasi dari gagasan, konsep, strategi, dan taktik gerakan yang diprakrsasi oleh Amin al-Husseini ini yang populer dengan sebutan “Hitler Arab” karena keterlibatannya dalam berbagai aksi-aksi sadis dan serangkaian perang brutal melawan siapa saja yang ia anggap sebagai musuh sejak zaman Turki Usmani sampai post-kolonial Arab.

Lalu, siapakah sebetulnya Amin al-Husseini ini? Lahir di Jerusalem (seperti pendiri HT, Taqiyudin) yang waktu itu di bawah kekuasaan Turki usmani, Amin adalah seorang tentara Turki Usmani yang bertugas di Smyrna yang bersama sang rezim melakukan pembantaian terhadap setengah juta umat Kristen Armenia di Turki dan sekitarnya pada 1914-1917. Setelah “Khilafah” Turki Usmani tumbang di tangan Mustafa Kamal Atturk pada 1923/4, ia kemudian bukan hanya menjadi sosok pemimpin politik yang anti-Kristen tetapi juga anti-Muslim yang melawan ide-idenya dan juga anti-Yahudi.

Amin-lah yang membawa pengalaman “genoside Armenia” ke dalam konteks politik lokal Arab, baik di daerahnya Palestina maupun di kawasan Arab lain. Paska “genoside Armenia”, Amin memproklamirkan gerakan politik “Pan-Islamisme” yang kelak menginspirasi pendirian “kelompok jihad” Ikhwanul Muslim (IM) di Mesir yang didirikan oleh Hasan al-Banna, dan HT di Palestina yang didirikan oleh Taqiyuddin. Taqiyudin sendiri adalah bekas anggota IM yang membelot karena menganggap IM terlalu lunak dalam perjuangannya.

Baca Juga:  Orang-Orang Kaya Yang Mengaku Hidupnya Makin Sulit

Atas nama Pan-Islamisme inilah, Amin untuk pertama kali membangkitkan ideologi anti-Semitisme dan kampanye kebencian terhadap Yahudi di Palestina yang kemudian meledak kekerasan anti-Yahudi sejak 1920-an, tragedi pertama kali dalam sejarah di negeri itu. Umat Yahudi di Hebron dibantai, padahal mereka sudah tinggal lebih dari 2 ribu tahun di kawasan itu, dan selama berabad-abad umat Yahudi hidup berdampingan dengan Muslim sebelum sang “Hitler Arab” lahir.

Karena kebencian terhadap Yahudi (juga Kristen) inilah, kelak mendorong Amin berkoalisi dengan Adolf Hitler dan Benito Mussolini (fasis Italia) untuk mewujudkan impiannya membangun “Empirium Islam” dan menumbangkan rezim-rezim pemerintahan lokal Arab (apapun namanya) yang ia anggap “sekuler” dan “anti-Islam”, sebuah impian yang kelak dilanjutkan oleh Taqiyuddin melalui HT dan juga para pengasongnya di Indonesia (HTI). Maka tidaklah mengherankan jika HTI itu gembar-gembor anti-Pancasila, anti-Yahudi, anti-demokrasi, anti-NKRI dan seterusnya. (11/5/16)

Hizbut Tahrir dan Doktrin Nazi HitlerUntuk megenal lebih dalam dan kaffah (komprehensif) tentang Hizbut Tahrir (HT…

Dikirim oleh Sumanto Al Qurtuby pada 10 Mei 2016

 

 

Ini sambungan “kuliah virtual” saya yang tertunda. Seperti saya katakan dalam postingan saya sebelumnya bahwa sahabat, mentor, dan inspirator dari pendiri Hizbut Tahrir (HT atau “Partai Pembebasan”), Taqiyuddin al-Nabhani, adalah seorang yang dikenal dengan sebutan “Hitler Arab” karena kedekatannya dengan Adolf Hitler dan Nazi Jerman (Third Reich). Asal-usul, sejarah, motivasi, tujuan, strategi, dan taktik pendirian HT ala Taqiyuddin kurang lebih sama dengan gagasan Emperium Islam atau Pan-Islamisme-nya Amin al-Husseini. Dan baik HT maupun Pan-Islam ala Amin ini sama persis dengan “doktrin Nazi” yang anti-Yahudi.

Mari kita simak sejarahnya. Sebagai bekas tentara Turki Usmani yang terlibat dalam genoside atau pembantaian terhadap ratusan ribu warga Kristen Armenia, Amin geram melihat “Khilafah” Turki Usmani (Ottoman Empire) tumbang di tangan Muslim sekuler Mustafa Kamal Attaturk pada tahun 1923/4. Ia kemudian bersumpah untuk “menghidupkan kembali” Turki Usmani dalam bentuk Emperium Islam (atau Khilafah ala HT) serta melawan siapa saja, termasuk kaum Muslim, yang melawan ide-ide dan ambisinya. Di kemudian hari nanti, ia juga mengobarkan perlawanan terhadap sejumlah rezim Muslim di kawasan Arab yang ia anggap “tidak Islami”.

Untuk memuluskan jalan ini, ia melakukan sejumlah strategi dan taktik: dari menjalin patronase dengan Inggris, memprakarsai kongres Islam dunia, sampai bersekongkol dengan Nazi. Karena berpatron dengan pemerintah kolonial Inggris, ia diangkat sebagai “Mufti Besar Yarusalem” dan juga “Kepala Pengadilan Islam”. Padahal masyarakat Islam setempat menolaknya dan tidak mendapat suara memadai dalam pemilihan karena mereka menganggap Amin tidak punya kualitas dan kredibilitas sebagai “mufti” (pemberi fatwa) maupun “hakim”. Oleh kaum Muslim setempat, Amin dianggap bukan seorang “shaikh” (pemimpin agama kredibel) maupun alim (sarjana Islam) yang memiliki wawasan keislaman mumpuni. Amin memang bekas tentara, bukan ulama, jadi pantas kalau kaum Muslim menolaknya.

Tapi asssudahlah. Singkat cerita, supaya bisa mendapat “simpati” publik Muslim, ia menciptakan “kambing hitam” sebagai musuh bersama dan “tumbal kekuasaan”, dan “kambing hitam”-nya itu adalah Yahudi. Ini seperti strategi Pak Harto dulu yang menjadikan komunis sebagai kambing hitam dan target kekerasan untuk memuluskan jalan kekuasaan sekaligus guna menebar ketakutan dan teror di masyarakat. Teror adalah sarana paling ampuh untuk mengontrol dan mengendalkan publik.

Maka sejak 1920-an, Amin menebarkan teror, rumor dan informasi palsu tentang–sekaligus memprakarsai kekerasan terhadap–Yahudi. Maka pecahlah kerusuhan dan kekerasan terhadap Yahudi di Hebron dan kawasan lain yang sebelumnya belum pernah terjadi dalam sejarah Palestina. Puncaknya pada 1936, ketika terjadi kekerasan dan kekejaman hebat terhadap Yahudi. Celaknya, bukan hanya Yahudi yang menjadi korban, para tokoh Muslim dan Kristen Palestina yang melawan kekejaman dan kebengisan Amin pun ikut dimusnahkan. Tercatat sejumlah tokoh Islam yang ikut menjadi korban kebrutalan Amin adalah: Shaikh Daoud Anshari (Imam Masjid Al-Aqsa), Shaikh Ali Nur al-Khattib, Shaikh Nusbi Abdulrahim, Nasruddin al-Nasser, dan masih banyak lagi termasuk tokoh-tokoh adat dan komunitas lokal. (17/5/16)

(Tulisan ini didapat dari postingan Prof. Sumanto Al Qurtuby di akun facebooknya dalam waktu yang berbeda tanpa merubah sedikitpun isi tulisan)

Penulis merupakan dosen Antropologi Budaya di King Fahd University of Petroleum and Minerals

https://www.facebook.com/Bungmanto/posts/10156985734575523

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

1 komentar