HMI dan Islamisasi Gerakan, Refleksi 73 Tahun HMI

Spirit ke-Islaman yang menyertai kelahiran HMI, mewajibkan HMI menjadikan Islam sebagai roh dan karakternya. Semangat kesejarahan ini memberikan makna bahwa dalam keadaan bagaimanapun dan kapanpun HMI tidak boleh atau haram hukumnya melepaskan keterikatannya pada ajaran–ajaran Islam. Sebab Islam adalah kodrat dan fitrah HMI sejak kelahirannya. Bagi HMI, Islam adalah kebenaran yang baik dan haq, tidak ada lagi kebenaran selain Islam.

Penerimaan Islam bagi HMI adalah untuk memberikan pedoman pada para anggotanya bagaimana kehidupan manusia yang benar dan fitri, kehidupan yang benar adalah kehidupan manusia yang fitri sesuai dengan fitrahnya, yaitu paduan yang utuh antara aspek duniawi dan Ukhrawi, individual dan sosial, serta Integralisasi antara iman, ilmu dan amal dalam mencapai kebahagiaan di dunia dan akhirat.

Islam dan HMI merupakan bagian integral yang tidak dapat dipisahkan. Premis inilah yang menjadikan Keislaman merupakan sebuah identitas yang menjadi pilar sandaran perjuangan HMI. Karenanya praktek Islam harus dipegang teguh oleh HMI. Sebagaimana dikatakan oleh Pendiri HMI yang juga pahlawan nasional Prof. Lapran Pane: “Dimanapun kau berkiprah, tak ada masalah. Yang penting adalah semangat Keislaman-Keindonesiaan itu yang harus kau pegang terus.

HMI dan Gerakan Islam

Akhir-akhir ini HMI disinyalir  telah jauh dari nilai-nilai Islam. Tapi hal ini tidak perlu diperdebatkan, yang terpenting adalah bagaimana sinyalir itu dijadikan sebagai kritik agar HMI teguh memegang nilai-nilai keislaman dan sarana introspeksi untuk terus memperbaiki diri. Caranya adalah dengan kembali pada Tradisi Islam Profetik, yaitu tradisi islam yang dihidup-hidupkan pada saat kenabian dan pewahyuan Islam ada. Dimana Nabi Muhammad SAW telah ditetapkan untuk menyempurnakan Gerakan Tauhid yang akan terus bergulir sepanjang sejarah. Kanon risalah yang dipikulnya diarahkan untuk melawan penipuan, kepalsuan, syirik, sekat-sekat dan lapisan sosial serta kemunafikan.

Baca Juga:  Politik 'Syantik' Prabowo Vs Jokowi

Dalam tradisi Islam profetik ada dua wujud kesalehan yang dimiliki yaitu kesalehan individual dan kesalehan sosial. Kesalehan individual merujuk pada dua hal yaitu ketaatan untuk menjalankan ritual yang disyariatkan oleh Islam dan terinternalisasinya akhlakul karimah. Dalam masalah ritual pegiat HMI tidak boleh bersikap abai. Menyangkut akhlakul karimah kita dituntut untuk senantiasa bersikap jujur, amanah, toleran, menjauhi kesombongan, santun, saling bernasehat kepada kebaikan, kebenaran, kesabaran dan sebagainya.

Sementara itu, kesalehan sosial adalah suatu sikap penolakan terhadap segala realitas yang anti kemanusiaan. Dalam tradisi Islam profetik, pemeluknya sangat kritis terhadap segala bentuk penindasan, eksploitasi, kekerasan, perilaku koruptif, dan sebagainya. Pada saat itu Islam benar-benar menjadi sumber ideologi yang membebaskan bagi siapapun. Islam menebar keselamatan dan kedamaian. Dalam konteks institusi, HMI harus mampu menjadikan Islam sebagai panduan untuk melakukan pembebasan terhadap segala bentuk realitas yang anti kemanusiaan.

Karenanya diperlukan ideologisasi HMI dalam makna keharusan HMI untuk melawan segala realitas sosial yang anti kemanusiaan dengan menggunakan Islam sebagai panduannya. Dua ranah tersebut secara bersamaan harus menjadi akhlak dari HMI sebagai individu maupun organisasi. HMI tidak boleh hanya mengedepankan satu sisi saja, sementara itu sisi yang lain dikesampingkan secara semena-mena.

Baca Juga:  Narasi Tak Bertuan; Ekspose Kemiskinan Jakarta

Gerakan Tauhid dalam HMI harus menjadi poros dari segala aktifitasnya. Lawan dari Tauhid adalah Syirik atau beriman kepada Thagut. Thagut adalah segala sesuatu yang menyebabkan manusia melewati batas, berbuat sewenang-wenang, serta siapa saja yang berhukum dengan hukum selain Allah, kufur terhadap thagut termasuk salah satu makna dari rukun laa ilaaha illallah yaitu meniadakan segala bentuk kepercayaan dan memperkecualikan satu kepercayaan kepada kebenaran agar manusia membebaskan dirinya dari belenggu segenap kepercayaan yang ada dengan segala akibatnya.

Thaghut itu tiada lain adalah tirani, sikap-sikap tiranik, sikap memaksakan suatu kehendak kepada orang lain. Oleh sebab itu, Nabi Muhammad SAW sendiri telah diperingatkan agar tidak menjadi tiran dengan memaksakan kehendak kepada orang lain dalam Al-Qur’an (Qs.74:1-2/ 10:99-101). Tentu saja tirani yang paling berbahaya adalah Tirani Politik.

Seorang yang beriman tidak mungkin mendukung sistem tiranik (thughyân) apalagi tirani politik, sebabnya setiap tirani bertentangan dengan pandangan hidup, yang hanya memutlakkan Tuhan Yang Maha Esa. Sikap terbuka kepada sesama manusia, dalam kedalaman jiwa saling menghargai namun tidak terlepas dari sikap kritis, adalah indikasi adanya petunjuk dari Tuhan. Sikap kritis yang mendasari keterbukaan itu merupakan konsistensi iman, karena merupakan kelanjutan dari sikap pemutlakan yang ditujukan hanya kepada Tuhan (tauhîd itu), dan penisbian kepada segala sesuatu selain Tuhan.

Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) adalah organisasi Mahasiswa. Mahasiswa sering dilekatkan sebagai seorang yang terdidik, berpandangan luas, dan intelektual. Intelektual sebagai human transformer serta mencerahkan lapisan masyarakat yang terpinggirkan. Dan khusus bagi intelektual beragama –intelektual muslim –gerakan intelektual untuk perubahan dan pencerahan harus berangkat dari nilai-nilai suci keagamaan. Atau dengan kata lain harus memiliki etos kenabian atau semangat profetik. Seperti ungkapan sabda Rasulullah SAW: al’ulamaa’u waratsatul anbiyaa’ kelompok intelektual (ulama) adalah pewaris para Nabi.

Baca Juga:  Catatan PB HMI untuk Indonesia Hadapi MEA

Sebagai bagian dari Gerakan Islam, HMI lahir dan berjuang untuk mengembangkan posisi kekuatan Islam sebagaimana mestinya. Sehingga di masa depan tuntutan untuk menghadirkan kekuatan umat yang progresif adalah keharusan dalam wacana Pergerakan HMI. Pada gerakan keorganisasiannya, HMI harus memiliki kesadaran intelektual untuk membaca dan menyikapi persoalan secara tepat. Dalam konsepsi keorganisasiannya HMI harus menyadari pentingnya merespon agenda keummatan masa mendatang dengan suatu gerakan revolusioner lewat suatu kontekstualisasi ajaran kenabian.

Sebagai Gerakan Islam, HMI telah mengidentifikasi diri sebagai organisasi perkaderan dan perjuangan yang mencakup pembinaan kader menjadi insan cita serta perjuangan ke arah terwujudnya tatanan masyarakat adil makmur yang diridhoi Allah SWT. Selain itu, juga menegaskan bahwa organisasinya memperjuangkan suatu tatanan sosial yang diletakkan di atas landasan kebenaran dien Islam, yaitu suatu sistem nilai universal, bukan suatu simbolisasi kaum tertentu.

Islam yang memperjuangkan keadilan, kebenaran, kejujuran, keilmuan, persamaan, penghargaan, kesederajatan, pembelaan kepada yang dilemahkan, dan perlawanan keras kepada penindasan. Dimana-mana begitulah Islam. Akhirnya, selamat milad HMI yang ke-73. Yakin Usaha Sampai.

Wallahu a’lam.

[btn url=”https://www.suaradewan.com/hmi-dan-islamisasi-gerakan-refleksi-73-tahun-hmi/” text_color=”#000000″ bg_color=”#ffffff” icon=”” icon_position=”start” size=”14″ id=”” target=”on”]Artikel Asli[/btn]