International Women’s Day; Refleksi Kuatnya Perempuan dan Hore untuk itu!

Oleh: Isyana Kurniasari Konoras, SH.MH*

International Women’s Day yang jatuh pada 8 Maret, sesungguhnya diambil dari kisah perjuangan perempuan. Yakni, sebuah perjuangan berabad-abad lamanya untuk dapat berpartisipasi dalam masyarakat, seperti halnya kaum laki-laki. Sekedar mengulang sejarah, gagasan tentang perayaan ini pertama kali dikemukakan pada saat memasuki abad ke-20 di tengah-tengah gelombang industrialisasi dan ekspansi ekonomi yang menyebabkan timbulnya protes-protes mengenai kondisi kerja. Sejarah akan menjadi bagian dalam setiap perjalanan bangsa. Hari Perempuan Internasional telah menjadi simbol perjuangan yang dilalui semua perempuan di seluruh dunia untuk memperoleh kesetaraan dan kesejahteraan.

Dalam konteks kekinian secara umum, pembangunan pemberdayaan perempuan telah menunjukkan hasil yang menggembirakan, tetapi berbagai permasalahan masih dihadapi, seperti masih tingginya tindak kekerasan terhadap perempuan dan anak, serta masih adanya kesenjangan pencapaian hasil pembangunan antara perempuan dan laki-laki, yang tercermin dari masih terbatasnya akses sebagian besar perempuan di berbagai bidang. termasuk dalam hal peningkatan kapasitas kesejahteraan ekonomi bagi kaum perempuan.

Mempromosikan pemberdayaan ekonomi perempuan adalah untuk mendorong pembangunan ekonomi setengah dari total populasi di dunia. Studi Bank Dunia (2012) mengidentifikasi bahwa produk domestik bruto per kapita dan kesetaraan gender terkait positif. The International Trade Centre (ITC) studi Saing UKM (2016) mengungkapkan bahwa pangsa hambatan prosedural untuk perdagangan yang dimiliki perempuan lebih tinggi daripada laki-laki. Output per pekerja akan meningkat hingga 25% di banyak negara jika hambatan yang mencegah perempuan bekerja di pekerjaan atau sektor-sektor tertentu telah dihapus. Aguirre dan lain-lain (2012) memperkirakan bahwa 812.000.000 antara 865 juta perempuan di negara berkembang dan negara-negara, termasuk Indonesia, memiliki potensi untuk berkontribusi lebih banyak untuk ekonomi nasional mereka.

Baca Juga:  Armani, Inter, dan Mimpi di Kota Milan

Tidak bisa dipungkiri bahwa peran perempuan di dalam membangun ketahanan ekonomi, sudah dirasakan dampaknya, terutama dalam sektor informal. Perempuan yang populasinya hampir sama dengan laki-laki adalah sumber daya manusia yang potensial bagi pembangunan bangsa. Dengan jumlah perempuan Indonesia mencapai 118 juta jiwa (49,7%), maka peran perempuan dalam pembangunan bangsa Indonesia sangat besar dan merupakan aset bangsa yang potensial serta kontributor yang signifikan dalam pembangunan ekonomi.

Partisipasi perempuan dalam pertumbuhan ekonomi yang sangat penting itu tidak hanya untuk menurunkan tingkat kemiskinan di kalangan perempuan, tetapi juga sebagai pondasi yang kokoh di sektor lain. Namun demikian masih begitu banyak faktor penghambat bagi kaum perempuan untuk mencapai tingkat produktivitas, antara lain adalah rendahnya akses pembiayaan bagi perempuan pengusaha.

Economist Intelligence Unit (2010) mengukur akses perempuan terhadap keuangan. Di antara 33 negara Asia, Indonesia menduduki peringkat 22 dengan skor 29,6. Ini masih jauh di bawah beberapa negara tetangga seperti Singapura (peringkat 2 / mencetak 70,9), Malaysia (peringkat 3 / mencetak 70,5), Thailand (peringkat ke-7 / mencetak 56,9) dan Vietnam (peringkat 10 / mencetak 40,7). 

Baca Juga:  Sendal Jepit Untuk Masjid

Kondisi ini disebabkan oleh rendahnya kapasitas perempuan dalam pengelolaan keuangan dari bisnis mereka. Dalam kasus umum, perempuan mempunyai kelemahan dalam membedakan antara manajemen keuangan pribadi mereka dengan bisnis mereka. Selanjutnya, tantangan lainnya berasal dari masalah kepatuhan lisensi / paten dan gaya manajerial.

Sulitnya mendapatkan akses permodalan dalam peningkatan kapasitas usaha perempuan menjadi sebuah Pekerjaan Rumah besar bagi kaum perempuan. Pemerintah diharapkan mampu membuka kesempatan yang lebih besar bagi kaum perempuan untuk berpartisipasi dalam perekonomian negara dan dalam mengembangkan bisnis.

International women’s day diharapkan tidak hanya menjadi ajang ceremonial belaka, namun menjadi pengingat bagi kita untuk terus memperjuangkan hak bagi kaum perempuan dalam meningkatkan kapasitas dan kesejahteraan. Bukankah perempuan membutuhkan momen nyata dari kesendirian dan refleksi diri untuk menyeimbangkan berapa banyak dari diri kita yang kita berikan, dan karena perempuan adalah perempuan dan hore untuk itu!.

Selamat Hari Perempuan Intenational!

*Penulis adalah Mantan Fungsionaris KOHATI PB HMI

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *