Saya Bermimpi Tentang Kampung Tani

Saya bermimpi, kelak satu desa menjadi “cermin” di Halmahera Utara ada kelompok-kelompok petani. Saya membayangkan lima kelompok petani dalam satu desa. Kelompok A menanam cabai, kelompok B menanam bawang merah, dan kelompok C menanam tomat, terus kelompok D dan E menanam padi atau membudidayakan pohon sagu, atau komoditas-komoditas lain. Kalau pun ada yang lebih terpesona dengan laut dan ombak yang riak di samudera, bentangkan layar dan peganglah dayung dan kemudi yang kencang, jangan lupa untuk kembali, anak-anak dan istri menanti berkah samudera. Setelah kelompok-kelompok tani ini memanfaatkan lahan-lahan yang tersedia, menanam dan memanen, kebutuhan-kebutuhan pangan di desa tersedia, seperti tempo hari yang lampau di Halmahera, orang Halmahera tidak menjual hasil kebun kepada tetangga, melainkan saling tukar hasil kebun antar tetangga.

Saya bermimpi di desa itu transaksi antar warga desa tak lagi mennggunakan uang untuk memenuhi kebutuhan pangan. Tetapi ada satu lembaga yang dibentuk oleh para petani untuk mengatur hasil tani untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan pangan di desa dengan cara saling tukar hasil tani dari kelompok-kelompok tani. Setelah itu hasil panen yang di atur itu di bawah keluar dari desa untuk dijual, mungkin di pasar. Apabila kebutuhan-kebutuhan pangan di desa sudah terpenuhi, dan sebagian yang lain di bawah ke pasar, saya bermimpi petani dapat menguasai pasar, karena petani tak hanya menyediakan kebutuhan pangan untuk desa tetapi juga kebutuhan pasar.

Lembaga yang telah dibentuk itu “entah apa namanya”, juga mengelola keuangan hasil tani. Mungkin semacam koperasi. Keuangan hasil tani itu juga dimanfaatkan untuk kebutuhan-kebutuhan lain, semisal pendidikan dan kesehatan, dll. Para sarjana-sarjana kelak tidak lagi menjadi pelayan-pelayan penguasa-penguasa yang “gila” harta dan kekuasaan. Toh, para sarjana itu pencipta keadaban manusia.

Baca Juga:  Apa Yang Kau Cari Jenderal Gatot?

Apakah dengan hasil tani dan pengelolaan yang efektif, para petani dapat mendirikan sekolah tingkat dasar hingga tingkat atas, puskesmas di desa, tenaga listrik, mendatangkan guru, dokter, alat-alat listrik, bahkan memberikan gaji dan tunjangan lainnya? Jika para petani dapat menyediakan kebutuhan pasar dan menguasai, barangkali mimpi ini tidak terlalu berilusi.

Saya bermimpi dengan adanya kelompok-kelompok tani, lapangan kerja semakin banyak tersedia untuk penduduk desa, memberantas kemiskinan di desa-desa. Anak-anak dengan mudah dan murah mengakses pendidikan, dan juga kebutuhan kesehatan untuk penduduk desa dari sekolah dan puskesmas yang mereka bangun sedndiri.

Pendeknya, mimpi ini ingin menegaskan bahwa desa dan petani adalah jantung yang terus menyuplai darah segar pembangunan manusia dan lingkungannya. Bisa dimaknai pembangunan daerah.

Tanah tak sekedar tempat berpijak, saya melihat dari tanah manusia dapat saling menyambungkan rasa kemanusiaan dan saling memakmurkan. Hidup tak lagi tampak semacam cangkang pertarungan syahwat, politik, harta, kekuasaan, agama, dan lain-lain. Tetapi saling memandang sebagai manusia biasa, sebagai cermin, si fulan melihat dalam diri sifulan bin fulan ada nilain ketuhanan dan kemanusiaan, pun sebaliknya. Laiknya cermin, agar dapat menyaksikan pantulan bayangan secara jernih, cerminnya perlu digosok hingga mengkilap sampai tak ada satu titik debu pun yang menempel di permukaan cermin.

Baca Juga:  Narasi Tak Bertuan; Ekspose Kemiskinan Jakarta

[btn url=”https://www.suaradewan.com/saya-bermimpi-tentang-kampung-tani/” text_color=”#ffffff” bg_color=”#000000″ icon=”” icon_position=”start” size=”18″ id=”” target=”on”]ARTIKEL ASLI[/btn]

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *