Meluruskan Logika Bengkok Ahmad Dhani Soal Penanggulangan Terorisme

JAKARTA, SUARADEWAN.com – Musisi yang saat ini tengah menjajal dunia politik praktis Indonesia, Ahmad Dhani, sekali lagi sudah mengeluarkan sebuah tulisan yang kali ini ditujukan pada ketua Umum PBNU Said Aqil Siradj dan Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir.

Dalam tulisan itu, Ahmad Dhani meminta PBNU dan PP Muhammadiyah untuk mengusulkan pada DPR RI supaya menghapus dana penanggulangan teroris dan radikalisme demi nama baik agama Islam. Sebab, menurut logika Dhani, jika dana tersebut terus ada dan mengalir, maka sama saja artinya dengan membiarkan Islam difitnah sebagai agama teror.

Alasannya, berdasarkan keyakinan Dhani, semua teror di dunia atas nama Islam adalah buatan alias rekayasa pihak tertentu saja.

Dasar keyakinan Ahmad Dani atas pandangannya itu dibangun berdasarkan contoh demo berjilid-jilid sejumlah ormas keagamaan atas kasus penodaan agama yang menjerat mantan gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok.

Dalam demo yang diberi nama ‘Aksi Bela Islam’ itu, menurut Dhani, ternyata tidak ada teroris yang beraksi saat Ahok menjadi tersangka hingga terdakwa penodaan agama Islam. Bahkan menurut mantan calon wakil walikota Bekasi itu, Aksi Bela Islam yang lalu sudah membuktikan pada dunia bahwa tidak ada radikalisme dalam aksi tersebut selama ini.

Baca Juga:  Drama Mahfud MD dan Peta Politik Nasional

Logika lainnya, Ahmad Dhani mengatakan tidak ada satupun ormas Islam yang berani perang melawan TNI, karena itu tidak ada satu pun ormas yang berani mau mengganti Pancasila.

Pandangan yang Terburu-Buru

Pandangan Ahmad Dhani tersebut memang memperlihatkan semangat yang positif, namun ceroboh. Bahkan pandangan itu bisa berbahaya jika seandainya terealisasi persis seperti yang diinginkan Ahmad Dhani.

Pertama, dalam pandangannya, Ahmad Dhani terkesan menuding bahwa dana penangulangan teroris dan radikalisme selama ini sebutan lainnya adalah sebagai dana ‘khusus’ untuk pembangunan dan pemeliharaan fitnah atas Agama Islam sebagai agama teror.

Dalam tulisannya itu Dhani meyakini jika dana penanggulangan teror dan radikalisme itu dihapuskan, maka fitnah terhadap agama Islam sebagai agama teror otomatis akan hilang.

Sayangnya, Ahmad Dhani hanya mempersoalkan tentang citra dan pencitraan saja. Ia dengan kemampuan pengabaian tingkat tinggi berusaha menolak realitas bahwa memang terjadi aksi teror di tanah air, terlepas dari pakaian agama apa yang dipakai pelaku.

Bayangkan saja, dengan anggaran penanggulangan yang lebih terbatas saja aksi teror masih (sering) terjadi malah sebagiannya di Ibukota Negara yang merupakan pusat pemerintahan republik Indonesia. Jika anggaran pananggulangan teroris dan radikalisme itu benar dihapuskan, maka ngeri membayangkan potensi kekacauan yang akan terjadi nantinya di tanah air? Sebab, dengan dihentikannya dana penanggulangan tersebut, tidak ada jaminan bahwa (calon) pelaku teror juga akan berhenti berpikir melakukan aksi teror.

Baca Juga:  Trik Ampuh Menipu Caleg Yang Katanya Akan Mewakili Rakyat di Parlemen

Kedua, Ahmad Dhani menjadikan demo ‘Aksi Bela Islam’ berjilid-jilid lalu sebagai prototipe alias contoh dan wujud ideal dari Islam dan praktik ke-Islam-an. Atau dengan kata lain seperti itulah yang disebut Islam.

Jika pandangan Dhani tersebut sedikit saja dipikirkan oleh yang mampu berpikir, maka akan terlihat kelemahannya. Pertama, apa tolak ukur yang dipakai untuk menilai dan membenarkan bahwa ‘Aksi Bela Islam’ dan semua unsurnya sebagai propotipe Islam dan ke-Islam-an? Sebab tidak semua ormas Islam dan umat Islam terlibat dan mendukung aksi tersebut. Kedua, Ahmad Dhani sudah keliru menggeneralisir beberapa aksi damai mengatasnamakan agama terkait suatu konteks, dan menyematkannya ‘pasti damai juga’ untuk aksi-aksi lainnya di masa depan meskipun berbeda konteks, ruang, dan masa.

Kemudian, Ahmad Dhani juga mengatakan bahwa tidak ada satupun ormas Islam yang berani perang melawan TNI, karena itu tidak ada satu pun ormas yang berani mau mengganti Pancasila.

Jika ‘perang’ yang dimaksud Ahmad Dhani itu adalah perang yang dilakukan oleh sejumlah orang tanpa berpikir dan asal hantam saja tanpa strategi, apalagi kalau dibayangkan seperti di film kolosal yang terjadi di sebuah tanah lapang dengan keroyokan, pasca reformasi hingga saat ini memang tidak ada.

Baca Juga:  Denny JA, Hasrat dan (Potret) Tindak Pelecehan

Kecuali jika Ahmad Dhani sudah melakukan penelitian dan pembacaaan secara detil terhadap akal dan hati semua orang di ormas yang mengatasnamakan Islam, dan mendapati bahwa tidak satupun dari mereka yang berani perang melawan TNI dan berani mengganti Pancasila. Itu pun Ahmad Dhani harus bisa menjamin secara mutlak bahwa selama NKRI berdiri hingga di masa depan nanti, tidak akan pernah ada satu pun pihak atau ormas yang berani perang melawan TNI dan ingin mengganti Pancasila.

Padahal, beberapa waktu lalu Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan, Wiranto, sudah mengumumkan mengenai rencana pembubaran ormas Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) karena mereka terindikasi anti terhadap Pancasila dan menganggap ideologi NKRI itu sebagai toghut, dan ingin mengganti konsep NKRI dengan konsep Khilafah Islam versi mereka.

Pertanyaannya, apakah Ahmad Dhani ‘lupa’ dengan fenomena ini? Atau jangan-jangan ia memang menganggap dan meyakini bahwa HTI selama ini adalah organisasi yang cinta pada Pancasila dan NKRI? Atau barangkali memang ada penjelasan lainnya. (za)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *