Pilpres Hitung Kepala

Oleh : Sahrin Hamid

Salah satu capres di kediaman salah satu tokoh partai di Jakarta, mengatakan bahwa. Mestinya tokoh-tokoh ini sangat layak untuk maju pada pilpres. Namun sayangnya, nama mereka tidak mengandung huruf “o”. Dengan maksud bercanda, disebutlah nama-nama tersebut dengan menambahkan o di belakangnya. Di tempat lain di masa kampanye, ada salah satu capres berkunjung ke Papua, dan menyampaikan di sana. “Saya ke Papua bukan karna ingin menggalang suara…” Ya. Dengan maksud bahwa suara Papua memang tidak banyak, tidak lebih dari 2 %.

Apa yang disampaikan ke dua pasangan Capres tersebut, dapat disimpulkan bahwa kedua pasangan capres mengakui bahwa faktor “Jawa” sangat mempengaruhi keterpilihan capres. Baik itu aspek etnis, ataupun kewilayahan. Dengan tidak bermaksud SARA dapat dikatakan bahwa Orang Jawa dan Pulau Jawa yang menentukan keterpilihan Capres Indonesia. Makanya tidak salah jika Aidit tokoh PKI jauh hari telah mengatakan bahwa : “Kuasai Jawa, maka akan menguasai Indonesia”.

Dilihat dari persebaran penduduk yang memilih. Maka, Jawa sudah mengantongi 60 % suara, Sumatera 20 % Suara dan Nusa Tenggara, Bali, Sulawesi, Kalimantan, Maluku dan Papua semuanya digabung baru bisa mencapai 20 %. Artinya, sangat wajar jika secara politis bahwa Jawa diuntungkan dalam sistim pemilihan presiden yang ada seperti ini.

UUD 1945 sudah diamandemen menjadi UUD Negara RI 1945. Yang telah merubah dari pemilihan perwakilan, menjadi pemilihan langsung. Yang diturunkan dengan UU Pilpres, yang pada pokoknya mensyaratkan bahwa setiap warga negara (yang telah memenuhi syarat) memiliki 1 suara untuk memilih Presiden dan dihitung langsung secara nasional. Walaupun ada ketentuan sebaran di atas 20 % untuk sekian propinsi. Namun, tetap saja bahwa dengan ketentuan tersebut bisa disimpulkan. Menang di Jawa, maka Menang di Indonesia. Maka, sangat wajar pula jika setiap Tim Sukses selalu mengagendakan kandidat serta prioritas perhatian tim dan logistik diarahkan di Jawa. Ini tidak bisa dipungkiri.

Baca Juga:  Drama Mahfud MD dan Peta Politik Nasional

Makanya, kenapa tidak ada satupun Capres yang datang di Maluku Utara pada saat masa kampanye? Karna Maluku Utara total suara tidak mencapai 1 % dari total pemilih Indonesia. 1 propinsi Maluku Utara, masih lebih besar suara yang ada di Kota Bandung Jawa Barat, atau Kota Surabaya di Jawa Timur. maka, secara hitung-hitungan matematis maka lebih menguntuntungkan “menggarap” Bandung atau Surabaya dibanding dengan 1 Propinsi Maluku Utara. Kenapa bisa begini ? yah, inilah sistim pilpres yang kita anut saat ini. Atau sering dikatakan demokrasi langsung, atau pemilihan langsung.

Maka, bisa jadi wajar pula jika di sebagian besar wilayah Maluku Utara yang tidak masuk listrik pln, tidak ada jembatan, tidak ada akses ke kota yang langsung. Semakin jauh geografis semakin sulit pula terakses dengan sarana-saran yang disiapkan negara. Karena secara suara Maluku Utara bukan apa-apa. Masih ada di luar sana 99 % suara, dilihat dari alokasi APBN ke Maluku Utara, kurang lebih 1 triliun rupiah, juga hanya nol koma sekian % dari 1400 triliun.

Baca Juga:  Siapa Lebih "Receh" Di 2019?

Padahal, semua mengakui bahwa kelahiran Indonesia ini adalah kerelaan dari para raja-raja atau penguasa wilayah-wilayah yang rela bersatu untuk melawan penjajah dan bergabung menjadi Republik Indonesia dengan semangat kesamaan nasib dijajah dan bersatu untuk kuat melawan penjajah. Sehingga pengorbanan dengan harta, jiwa dan raga dibaktikan bagi Indonesia merdeka. Ini aspek historisnya. Yang kedua, bahwa sumbangan terhadap republik Indonesia juga tidak sedikit, terutama melalui suplai pendapatan di sektor sumbar daya alam, baik di atas tanah, di perut bumi maupun di lautan yang penentuannya oleh Pusat dan pendapatannya pula dominan masuk di pundi-pundi pusat. Bisa disebutkan bahwa Sulawesi, Maluku, Nusa Tenggara dan Papua tidak kalah sumbangannya bagi pendapatan negara. Dan aspek strategis yang ketiga adalah luas wilayah daratan dan lautan ini juga merupakan bagian penting yang memberikan kekuatan bagi keberadaan Indonesia sebagai sebuah negara.

Yang menjadi pertanyaan adalah kenapa dalam sistim pemilihan presiden langsung ini yang diperhitungkan hanya “kepala” ? 1 kepala 1 suara. Tidak memperhitungkan 3 aspek strategis yang juga menjadi penting di daerah-daerah berpemilih kecil ? . Jika dengan sistim yang seperti ini, maka yakinlah bahwa proses seleksi kepemimpinan nasional untuk Presiden RI. Yang menjadi perhitungan dan yang kan dihitung hanyalah Jawa. Baik orangnya maupun wilayahnya. Apakah yang seperti ini bisa dikatakan keadilan dalam ber-Indonesia ? keadilan bagi Halmahera, Papua, Sulawesi dll ? Menurut saya, Belum !.

Baca Juga:  Catatan Dr. Iswandi Syahputra: Ahok; Masalah atau Fenomena Politik Pilkada DKI?

Indonesia harus dipandang secara komprehensif. Tidak hanya soal jumlah kepala. Tapi juga, 3 aspek strategis di atas. Yakni: historis, kontribusi, dan luas wilayah. Nah, jika ini yang menjadi barometer. Maka, sistim pemilihan harus diubah dengan sitim yang mampu mengakomodir ketiga hal di atas. Sehingga semua wilayah dan orang di Indonesia menjadi penting, bagi semua proses seleksi kepemimpinan nasional. Sehingga semua wilayah menjadi prioritas. dan memiliki kesempatan yang sama. Orangnya tidak mesti dengan nama berakhiran “o”. Dan wilayah konsentrasi tidak hanya di Jawa.

Nah, sistim yang mampu mengakomodasi ide dan gagasan di atas adalah, sistim yang menganut sistim pemilihan yang berbasis zonasi. Misalnya saja, zona pemilihan untuk pilpres di bagi atas 5 zona. 1) Sumatera, 2) Jawa, 3) Nusa Tenggara-Bali, 4) Sulawesi-Kalimantan, 5) maluku- Papua. Nah, pemilihan dilakukan di tiap zonasi pemilihan. Dengan demikian, maka dari 5 zona, untuk dapat dinyatakan sebagai Pemenang adalah Capres yang unggul di 3 zona Pemilihan dari 5 zona pemilihan.

Hemat saya, jika sistim pemilihan dilakukan seperti ini, maka setiap calon akan berupaya merebut kemenangan di Maluku Papua sebagai 1 zona pemilihan dengan tingkat konsentrasi dan pengerahan kekuatan yang sama sebagaimana di Pulau Jawa. Kenapa? Karna Maluku-Papua adalah 1 zona pemilihan, sebagaimana Jawa, 1 zona pemilihan. Dengan nilai yang sama ! Semua merasakan Indonesia, Indonesia Kita !

Ciganjur, 31 Juli 2014

[btn url=”https://www.suaradewan.com/pilpres-hitung-kepala/” text_color=”#ffffff” bg_color=”#000000″ icon=”” icon_position=”start” size=”18″ id=”” target=”on”]ARTIKEL ASLI[/btn]

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *