JAKARTA, SUARADEWAN.com – Suara Tanri Abeng terbata bata. Laki laki kelahiran 7 Maret 1942 itu menahan haru. Air matanya menggenang. “Ida masih ada. Suaranya khas,” ujar Tanri dihadapan sahabatnya Jusuf Kalla bersama istrinya Mufidah Jusuf Kalla serta seratusan lebih tamu lainnya. Siang itu, di penghujung 2017, di kediaman “manajer satu milyar” ini berlangsung doa peringatan wafatnya Ida Nasution Tanri Abeng yang berpulang setahun lalu tepatnya 17 Desember 2016.
Tanri mengenang kepergian istrinya. Ida Nasution kala itu aktif di bidang kesenian HMI Makassar. Jusuf Kalla muda merupakan ketuanya. Nah, dibalik dinamika organisasi tersebut, dua pasang cinta sedang bertautan. Odo odo Jusuf Kalla dan Mufidah serta Tanri Abeng dengan Ida Nasution.
Mufidah dan Ida adalah sahabat sejak muda. Kebetulan keduanya pendatang di tanah Sulawesi. Mufidah asal Padang dan Ida Nasution asal Sumatera Utara namun lebih kental ke Minang nya. “Ada baiknya kita dengarkan langsung testimoni Ibu Mufidah Jusuf Kalla tentang sahabatnya,” Tanri kemudian mempersilahkan Mufidah berkisah tentang peristiwa 55 tahun silam itu.
“Nama kami sama sama Ida. Kemana mana selalu berdua. Apalagi dulu waktu saya belum jadian sama Pak JK, Ida suka bohongi saya,” hadirin tergelak, tertawa.
“Suatu kali Ida bilang ke saya kita ada acara baris berbaris untuk perayaan 17 Agustus. Kata Ida, dicari wanita berambut panjang yang bisa dikepang dua. Padahal saya sudah pakai konde. Waktu itu saya sudah mau berangkat ke tempat kerja di bank. Ida bilang gak papa. Terus katanya kita pakai seragam. Saya bilang gak punya seragam itu. Ada, udah disiapkan oleh HMI, kata Ida. Saya bilang kaya donk HMI sekarang. Saya pun terpaksa ikut. Kami datang ke rumah pak ketua,” kisah Mufidah sambil melirik Jusuf Kalla ‘ketua’ yang dimaksud.
Diam diam Ida Tanri Abeng mencium adanya kerenggangan hubungan Mufidah dan Jusuf Kalla. Ida lalu memasang siasat dan strategi yang disambut baik oleh Jusuf Kalla. Intinya, memulihkan hubungan cinta keduanya.
Mufidah pun melanjutnya kisahnya, “Saya ini dibohongi sama Ida. Dia ajak saya ke rumah ketua diantar pakai mobil. Lalu supir kantor saya disuruh pergi.”
Konspirasi berjalan mulus. Saat Mufidah akan pulang meninggalkan rumah sang ketua, mobil kantornya sudah tidak ada. “Mereka bilang ada keluarga supir itu yang kena musibah makanya balik duluan. Saya kemudian panggil becak. Eh daeng becaknya bilang bahwa ban nya kempes,” kenang Mufidah.
Singkat cerita gadis Mufidah pulang dibonceng Jusuf Kalla muda. “Sampai di depan rumah saya, pak ketua langsung saya suruh pulang. Tapi akibat semua itu hubungan saya dengan Pak JK pulih.” Intinya Ida sering “membohongi” Mufidah. Dan kenangan dibohongi itu melekat erat dan berbuah manis hingga kini.
Kisah lain, Mufidah pernah diajak Ida ke Bogor untuk makan makan sekaligus curhat. Konon ada rumah makan Padang yang Ida sukai di sana. “Kami berduaan saja, Ida sendiri yang nyetir mobil,” cerita Mufidah.
Dalam perjalanan Ida curhat kepada Mufidah. Katanya tanpa sepengetahuan Tanri Abeng, Ida selalu membongkar bongkar kantong baju dan celana suaminya setiap kembali dari luar negeri. “Ida cerita kepada saya. Kalau ada uang dolar Ida ambil. Tapi Ida pun mengakui, jangan jangan Tanri sengaja menyimpan uang dolar itu karena tahu Ida senang kalau menemukan uang dolar,” lanjut Mufidah.
Suatu kali saat sudah menjadi istri wakil presiden periode 2004 – 2009, Ida menghubungi Mufidah. Ida minta agar diajak juga jalan jalan. Waktu itu kondisi Ida sudah sakit. Tapi Ida bersikeras tetap ikut. Berangkatlah Ida bersama rombongan ibu wapres ke Padang. “Sampai di Padang Ida sakit. Pusing, soalnya sudah lama tidak naik pesawat katanya. Akhirnya Ida gak ikut pulang karena harus dirawat di rumah sakit di Padang,” Tanri Abeng menambahkan.
Peran Ida sebagai penggagas perdamaian cinta JK dan Mufidah juga diaminkan oleh Jusuf Kalla. Jusuf Kalla berkisah, bahwa Ida Nasution punya andil yang besar dalam menyatukan hubungan mereka saat saat masa pacaran waktu itu.
“Bapaknya Ida itu polisi militer. CPM. Waktu itu bapaknya menjadi direktur di Hotel Negara. Kebetulan saya dan Mufidah menikah di hotel Negara,” kenang Jusuf Kalla.
Perhiasan Palsu
Ida yang bernama lengkap Farida Nasution adalah seorang organisatoris super aktif. Ida pernah memimpin Ikatan Wanita Sulawesi Selatan, bagian dari kelompok Kerukunan Keluarga Sulawesi Selatan yang anggotanya tersebar di seluruh Indonesia bahkan di luar negeri. Namun saat Tanri Abeng duduk sebagai menteri BUMN Ida menarik diri untuk tidak menonjol. Konon, itu salah satu taktik agar sesama ibu ibu di lingkungan BUMN tidak “memanfaatkannya” mencari cari jabatan untuk suami.
Dalam keseharian Ida tergolong sederhana. Sebagaimana pengakuan Tanri Abeng, Ida lebih suka menggunakan perhiasan “murahan”. “Saya ini istri manajer satu milyar dan istri menteri, semua orang tidak akan percaya kalau saya pakai perhiasan palsu,” ungkap Tanri Abeng atas pernyataan istrinya itu.
Menurut Tanri, sekitar 1-2 tahun terakhir sebelum wafat, Ida sempat melakukan protes keras. Suatu malam, Ida menarik Tanri bicara empat mata. Ida menyampaikan dan mempertanyakan bahwa kenapa uang jatah bulanannya dikurangi drastis. Meski sudah paham, Tanri tetap pura pura terkejut. Tanri bilang akan membicarakannya dengan Emil putra sulungnya.
Secara rahasia Tanri dan Emil memang sepakat mengurangi “uang jajan” bulanan Ida selama sakit. Sebab menurut laporan asisten rumah tangga yang mendampinginya, diam diam Ida sering “kabur” keluar makan makanan enak yang sangat dipantang oleh dokter. “Ida suka sekali makan, sementara dokter meminta agar kami menjaga makanannya,” tambah Tanri.
Catatan dari Simprug
Penyakit yang mendera Ida memang hanya “jembatan” saja, hingga akhirnya setelah sekitar 10 hari dirawat di RSSP, dini hari 17 Desember 2016 tepat pukul 2 lewat 41 menit wanita murah hati itu tuntas “menyeberang” ke kehidupannya yang abadi. Ia merampungkan perjalanannya pulang ke haribaan sang Khalik.
“Dia tidak menderita. Perginya tenang,” suara Tanri Abeng sedikit tersekat saat menuturkan kembali detik detik kembalinya sang istri di ruang ICU. Getaran haru dibalut keikhlasan memancar kuat dari laki laki asal Selayar Sul Sel.
Malam itu, 23 Desember 2016, banyak kalangan hadir ber taziah memadati rumah Tanri Abeng. Saya mencatat, ada Sofyan Djalil yang sudah lima kali menjabat menteri dengan bidang berbeda, Agung Laksono tokoh senior Golkar, dan sederet nama nama kondang lainnya. Di halaman depan tegak berjejer karangan bunga kiriman dari Jokowi Presiden RI, Jusuf Kalla, Wakil Presiden RI dan BJ Habibie.
Mereka datang berbagi rasa, bertukar simpati atas kepergian Hajjah Farida Nasution Tanri Abeng. Saling meluapkan kenangan yang pernah hinggap dalam perjalanan silaturahim dengan Ida Tanri Abeng. Inilah persapaan dari sahabat sahabat yang menggetarkan hati sang tuan rumah.
Aksa Mahmud, founder Bosowa Grup berkisah bagaimana hubungannya dengan keluarga Tanri Abeng. Kala itu, Aksa lah yang menguruskan tiket Ida Tanri Abeng untuk berangkat ke Amerika. “Ibu Ida harus terbang ke Amerika, karena rencana pernikahannya dengan Tanri akan dilangsungkan di Amerika,” kenang Aksa yang saat itu berhasil mendapatkan tiket discount untuk Ida.
Saat itu Tanri sedang mengikuti program American Field Service (AFS) Exchange program. Tanri mendapat bantuan dari keluarga Amerika bernama Gibson. Tanri adalah foreign student pertama yang dinobatkan sebagai distinguished alumni dari State University of New York (SUNY), Buffalo, NY, AS.
“Memang uang yang saya kirim pas pas sekali buat ongkos Ida ke Amerika,” timpal Tanri Abeng mengenang peristiwa 50 an tahun silam itu.
Alwi Hamu, pendiri Fajar Group juga mengenang persahabatannya dengan Ida Tanri Abeng. Kala itu Alwi lah yang kerap membonceng Ida wara wiri mengedarkan proposal pencarian dana dalam rangka kegiatan kesenian HMI. “Macam macamlah, Ida bikin pentas tari, pentas drama, Ida semua yang urus. Saya bagian antar antar saja,” ungkap Alwi Hamu yang kala itu membonceng Ida dengan sktuter vespanya DD 18581.
Paling Cantik Sedunia
Agustus 2014, usai perhelatan pemilu presiden, saat menyeruput kopi di sebuah taman di kota Boston Amerika Serikat, Emil Abeng bercerita kepada saya tentang ibunya. Mantan anggota DPR RI Fraksi Golkar itu berkisah bahwa wanita paling cantik di dunia adalah ibunya.
“Dimata saya, ibu saya adalah wanita yang paling cantik di dunia,” tutur Emil. Emil memang teramat dekat dengan ibunya.
Perkenalan saya dengan keluarga ini terbilang tebal. Saya jumpa pertama dengannya sekitar tahun 1983, saat Emil tinggal di kawasan Jalan MPR Cilandak Jakarta Selatan. Saya diajak Acca, putra Rusdi Akib, sahabat Tanri Abeng. Di rumah Emil, ibunya menyapa kami dengan hangat. Ibu Ida seakan paham kalau perut kami belum terisi. Langsung menyilahkan kami duduk mengitari meja makan.
Tanpa malu malu saya melahap makanan yang terhidang. Perut kenyang sebagai perantau ibukota makin komplit karena saat akan pamit Emil menyelipkan uang di kantong saya. Untuk ukuran saat itu banyak sekali. Setidaknya makan dan bayar kost aman selama sebulan. Harga sewa kamar kost tahun 1983 an sekitar 20 ribu rupiah per bulan. Jumlah uang yang Emil selipkan silahkan Anda duga duga sendiri. Intinya syukur Alhamdulillah banget, rezeki yang tak terduga duga.
Saya terharu, sebagai tamu kami diterima laiknya keluarga. Ketulusan seorang ibu menyapa, karena Ibu Ida langsung mempersilahkan kami makan. Batin ibu Ida mampu menebak bahwa remaja perantau ini pastilah lapar alias belum makan. Dan faktanya memang demikian.
Itulah naluri seorang ibu. Bahasa kalbu beliau mampu membaca apa yang kami alami. Perilakunya sebagai wanita kelas menengah di zaman itu terbilang langka, apalagi kami ini bukan siapa siapa. Saya mengenang rekaman peristiwa tersebut dengan apik. Al Fatiha untuk Ibu Ida.
*Jakarta 26 Desember 2017
Egy Massadiah*