Pasar Sehat, Masyarakat Bermartabat

Oleh: Matius Sampe*

Program Kaltim Bermartabat yang didisain pasangan calon nomor 4 Rusmadi Wongso – Irjen Pol (Purn) kian menggugah selera berbagai kalangan untuk mengupasnya. Tidak hanya dari warga pinggiran kota yang menaruh harapan ada perbaikan hidup dari lahirnya pemimpin baru, tetapi juga dari kalangan kampus. Kali ini, Matius Sampe, Mahasiswa Pascasarjana; pengembangan dan perencanaan wilayah Unmul Samarinda. Berikut ungkapannya dalam sebuah tulisan.

Beberapa hari lalu, saya menemukan selebaran di rumah salah seorang kolega kerja. Isinya soal slogan atau katakanlah program janji kandidat gubernur Kalimantan Timur. Dasacita, konsepnya menurut saya biasa saja. Karena apa yang disampaikan oleh pesan di kertas itu merupakan potret dan kondisi sosial Kalimantan Timur yang harus dibenahi.

Karena penasaran saya lalu melanjutkan membaca. Ada Kaltim Aman Tanpa Korupsi, saya lalu berselancar nalar, oh ini pekerjaan wakilnya. Lalu ada Kaltim Relijius untuk menunjang kerukunan umat beragama, lalu ada Kaltim Cerdas lewat beasiswa. Hal yang sangat dinanti oleh pemburu kaltim Cemerlang yang nyaris putus asa menunggu kejelasan biaya studi lanjutnya.

Lalu Ada lagi Kaltim sehat dengan 10 Rumah Sakit kelas pratama di sepuluh daerah tingkat dua. Bahkan Puskesmas rawat inap akan ditambah. Barangkali ini untuk menutup lubang lubang BPJS. Kaltim Membangun Desa, mudah mudahan ini juga mengakomodir manusia yang tinggal di sekitar hutan dan haknya dirampas oleh konsep RTRW yang amburadul.

Baca Juga:  Mewaspadai Cyber-Crime Keuangan

Lalu ada Kaltim Swasembada Pangan. Ada lagi Kaltim Kreatif yang akan mengusung pelaku UMKM. Lalu Kaltim Mulus yang menyasar sejumlah jalan provinsi, terutama kawasan terpencil. Lalu program fenomenal Kaltim Tanpa Banjir di dua daerah, Samarinda dan Balikpapan. Lalu ada pula Kaltim Lestari, sebuah program yang akan membawa Kalimantan Timur ke arah hijau dan bersahabat dengan lingkungan.

Memprihatinkan. Itulah kata yang tepat ketika kita berada di pasar-pasar Kota Samarinda. Meski setiap hari di pasar ini banyak sekali aktifitas warga yang bisa dilihat hingga nampak ramai, namun di balik keramaian tersebut ternyata tempat ini sangat kumuh dan tidak tertata rapi.

Banyaknya pedagang yang memilih berdagang di tepi jalan, mengakibatkan terganggunya pengguna jalan yang hendak melintas. Bahkan, setiap waktu tertentu, jalan tersebut di tutup total oleh pedagang, sehingga banyak warga yang mengeluh akan kelakuan para pedagang.

Sedangkan, warga tak berani berbuat apa apa, sebab pengelola pasar dan aparat yang berwenang hingga kini tak mengambil langkah tegas dalam menertibkan pedagang.

Selain itu, pasar di Kota Samarinda belum dapat dikategorikan sebagai pasar yang bersih. Menurut hasil observasi yang telah dilakukan, kondisi pasar memang masih jauh dari kata bersih. Sampah menumpuk di sana-sini. Padahal sudah disediakan bak pembuangan sampah di sekitar kawasan pasar.

Namun, sepertinya hal itu masih belum cukup. Sampah masih saja berserakan, terutama di selokan dan drainase. Tentu saja hal itu sangat tidak sedap dipandang mata. Dan yang lebih berbahaya bila saluran drainase dipenuhi sampah, banjir pun mengancam. Air akan meluap karena saluran air tertutup.

Baca Juga:  Freeport, Parlemen dan Kapitalisme di Indonesia

Tidak hanya itu, sisa-sisa sayur maupun sampah anorganik lainnya menumpuk tak terurus, membuat jalanan dalam pasar menjadi kotor. Bau tak sedap pun tercium di hampir seluruh kawasan pasar akibat sampah yang menumpuk. Sampah-sampah tersebut juga dapat mengancam kesehatan. Tentu banyak bakteri atau kuman penyakit yang menumpuk bersama sampah-sampah tersebut.

Selain itu, kesan tak tertata dan amburadul akan semakin kuat ketika melihat kondisi pasar ini lebih jauh. Pasar tersebut tidak mempunyai ruang yang tertata. Antara pedagang sayur, buah, makanan, dan ikan terlihat menyatu dan saling bercampur. Area parkir juga tak nampak jelas, seakan menyatu dengan para pedagang. Penataan yang semrawut ini semakin membuat pasar terlihat kumuh.

Pasar merupakan tempat bertemunya bermacam orang dan berkumpulnya produk makanan dari berbagai sumber produksi. Banyak sekali jenis penyakit yang dapat ditularkan di pasar melalui makanan dan minuman yang terkena virus, bakteri, parasit atau zat kimia lainnya dan turut masuk ke dalam tubuh kita apabila kita berperilaku tidak sehat.

Disamping sebagai pemenuhan kebutuhan sehari- hari masyarakat, pada saat yang sama pasar juga menjadi jalur utama penyebaran penyakit seperti kasus kolera di Amerika latin, SARS dan Avian Ifluenza di Asia.

Baca Juga:  PT. Antam, Tbk Harus Diaudit Tim Independen

Melatarbelakangi kondisi tersebut, Pemerintah telah berusaha mewujudkan Pasar Tradisional menjadi Pasar Sehat, diantaranya melalui Peraturan Presiden Nomor 112 tahun 2007 tentang Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern; serta Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 519/MENKES/SK/VI/2008 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pasar Sehat.

Pasar Sehat merupakan salah satu tatanan di dalam pengembangan program Kabupaten/ Kota Sehat seperti yang sudah tertuang dalam Peraturan Bersama Menteri Dalam Negeri dan Menteri Kesehatan Nomor 34 Tahun 2005 dan Nomor 1138/Menkes/PB/VII/2005 tentang Penyelenggaraan Kabupaten/ Kota Sehat, pasar sehat mutlak diperlukan dalam mewujudkan Kabupaten/ Kota Sehat dimana keberadaannya merupakan salah satu faktor utama yang dapat mempengaruhi derajat kesehatan di wilayah tersebut.

Pengertian Pasar Sehat menurut Kepmenkes No. 519/ 2008 adalah kondisi pasar yang bersih, aman, nyaman dan sehat yang terwujud melalui kerjasama seluruh stake dalam menyediakan bahan pangan yang aman dan bergizi bagi masyarakat. Dengan Persyaratan Kesehatan Lingkungan Pasar yang meliputi: Lokasi, Bangunan, Sanitasi, Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS), Keamanan dan Fasilitas lain.

Namun pada kenyataannya, terapan Pasar Sehat belum dilakukan di banyak pasar tradisional di Kota Tepian ini. Kurangnya kontrol dari dinas terkait untuk memperbaiki dan mengelola pasar secara tertib dan tegas. Mengingat peran pasar yang sangat penting terutama sebagai penghasil pendapatan asli daerah. #

(*Matius Sampe adalah Mahasiswa Pascasarjana, Pengembangan dan Perencanaan Wilayah, Universitas Mulawarman)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *