13 Tahun Munir : Munir Terus Hidup Tak Pernah Tiada

Oleh : Ega Melindo *

September bagi  seorang Ega bulan yang istimewa, jelas saja karena di bulan September ia dilahirkan dari seorang perempuan luar biasa, tak pentinglah tahun berapa ia dilahirkan, yang  jelas ayah dan ibunya senang Ega telah lahir.

September penuh sesuatu baginya, September tahun ini berkecamuk dalam  hatinya, bukan soal usianya yang akan bertambah lagi, tapi September jika Fina Panduwinata  bilang September ceria, namun bagi sahabat-sahabat Munir  September sesungguhnya penuh cerita bahkan duka, Munir Said Thalib, Suami, Ayah, Kakak dan Sahabat bagi semua orang yang mengenalnya, kematian munir yang tiba-tiba tiga belas tahun lalu  takkan  dilupakan, bagaimana cara dan akibat kematiannya kan terus diingat.

“Munir dibunuh karena benar” kalimat ini tak henti tertulis, sepanjang masa tentulah saja karena fakta Munir  meninggal dibunuh dengan racun arseik  diatas pesawat Garuda GA 974  menuju Amsterdam  Belanda. Hingga tiga belas tahun sepeninggalnya 7 september 2017 titik terang penuntasan kasusnya tak kunjung menemukan keadilan.

Tahun ke tahun berlalu upaya  menutasan kasusnya terus diupayakan, tim pencari fakta  untukpenyelesaian  kasus pembunuhan munir dibentuk pada era pemerintahan presiden Susilo Bambang Yudhoyono waktu itu.  Tapi hasilnya tak kunjung diumumkan ke publik, hukuman pun hanya diberikan kepada pelaku lapangan saja, Policarpus Budiprianto, sementara tahun ke tahun rezim ke rezim aktor intlektual di balik pembunuhan Munir tak kunjung  diseret ke meja hukum.

Baca Juga:  Kartini Masa Kini: Perempuan Melek Politik

Munir Said Thalib, layaknya manusia biasa kebanyakan, bedanya munir adalah cahaya yang bernilai, pilihan dan dedikasinya pada advokasi kasus dan pembelaanya kepada korban pelanggaran HAM berat dan HAM masa lalu, pembelaannya kepada buruh, petani, masyarakat marjinal, selama hidupnya Munir kritis  terhadap  rezim pemerintahan waktu itu  hingga akhirnya ia dihabisi.

Baca juga: Mereka yang Muda; Kritis lalu Dilenyapkan

Karena Ia Berlipat Ganda

Cak Munir terus berlipat ganda, lihat saja bagaimana Kamis 7 september tepat dengan 505  kali kamis para korban dan keluarga korban pelanggaran HAM berdiri bersama masyarakat lainya didepan istana menagih janji Jokowi yang disebutnya dalam masa kampanye waktu itu, dalam balut Nawacita tapi terlihat jauh dari cita-cita yang menjadi nyata, rezim ini telah impunitas, pikun dan lupa.

Tiga belas tahun mengingat bagaimana dan kenapa munir dibunuh tentu penting kisah dan apa yang  terjadi pada Cak Munir tentu tak boleh hilang, nilai-nilai kemanusiaan, tolerasi dan anti kekerasaan adalah hal yang  membuat Munir terus  hidup  dan diingat  situasi hari ini juga rasanya tak mungkin melepaskan Munir dari semangat yang terus dirawat, 505 kali  aksi berdiri diam tiap kamis didepan istana masih  belangsung,   7  September bersama para petani Kendeng membangun tenda perjuangan didepan istana menolak berdirinya pabrik Semen di pegunungan Kendeng.

Baca Juga:  Muda, Kritis dan Meninggal Muda

Kini munir jasadnya boleh saja sudah pergi tapi sesungguhnya semangat dan  nilai-nilai yang diperjuangakan Munir menjadi teladan terus hidup  “Nilai-nilai perjuangan Munir adalah terang. Wajib hukumnya negara menuntaskan penyelesaian kasus cak Munir, sebab keadilan pada kasus Munir adalah hak istri Munir  Suciwati dan anak-anak Munir Alif (18) dan dan Diva(15) serta hak  masyarakat yang akan terus bertanya.

“Pertanyaan yang tak kunjung dijawab, keadilan bagi Para Korban Pelanggaran HAM yang tak kunjung ada,  disanalah Munir  ada dan akan terus  berlipat ganda “

*Penulis adalah aktivis Solidaritas Perempuan (SP)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *