Oleh: Pahmuddin
Senin pagi (20/2), Pengurus Besar HMI menghadiri undangan Presiden RI. Sepuluh orang fungsionaris PB HMI mendatangi istana negara, dan bertemu langsung Presiden RI, Joko Widodo. Pertemuan yang berlangsung singkat ini, ketua umum dan jajaran pengurus PB HMI menyerahkan 10 poin gagasan HMI seluruh Indonesia.
Perjumpaan antara pimpinan HMI dan Presiden RI ini diharapkan mampu memberikan angin segar atas kompleksnya masalah kebangsaan yang dihadapi Indonesia saat ini. HMI yang saat ini dipimpin oleh sosok Mulyadi P Tamsir memang dikenal pro-aktif melakukan konsolidasi internal dalam rangka memfokuskan gerakan HMI dalam memberikan perhatian atas peliknya permasalahan ummat Islam dan bangsa Indonesia saat ini.
Sebagai kader HMI, kita wajib memahami perjumpaan itu sebagai terobosan positif dalam proses penyampaian aspirasi kepada pemerintah. Kita semua tentu paham bahwa presiden adalah penentu segala kebijakan. Maka, menjadi tanggungjawab kita pula sebagai kader HMI se-Nusantara untuk mengawal hasil perjumpaan yang berbuah kesepahaman yaitu sepuluh poin tuntutan HMI.
Adapun kesepuluh komitmen yang dimaksud yaitu: pertama, menjaga keutuhan NKRI berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 dengan segala keanekaragaman Suku dan Budaya. Dalam hal ini, tetap teguh dalam rel kebenaran yang bersandar pada Pancasila dan UUD 1945. Poin penting tersebut muncul atas dasar keresahan masyarakat Indonesia dengan lemahnya pemerintah dalam mengamalkan dan mengaktualisasikan nilai-nilai Pancasila.
Kedua, menegakkan dan menyebarkan ajaran Islam dengan sepenuh-penuhnya berdasarkan Alquran dan hadits. Menjadi garda terdepan dalam menjaga wibawa dan kehormatan alim ulama sebagai pemimpin tertinggi umat Islam. Ketiga, penegakkan hukum yang berkeadilan dan menolak pelaksanaan hukum yang diskriminatif terhadap masyarakat Indonesia. Penegakan hukum saat ini memang banyak menuai sorotan publik.
Dalam beberapa kasus implementasi penegakan hukum terindikasi melenceng dari nilai keadilan dan masih sangat jauh harapan masyarakat Indonesia. Kesenjangan tersebut lebih banyak diakibatkan oleh pilihan-pilihan politik antara kelompok yang merasa berada di lingkaran kekuasaan dengan kelompok yang berseberangan dengan kekuasaan.
Keempat, melindungi pemanfaatan sumber daya alam Indonesia dan menolak segala bentuk eksploitasi yang tidak berpihak kepada kepentingan rakyat. Hal ini dikarenakan pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya alam Indonesia saat ini didominasi oleh bangsa-bangsa lain. Sementara, masyarakat Indonesia masih banyak yang hidup serba kekurangan di bawah garis kemiskinan.
Seharusnya segala kekayaan alam ini diperuntukkan sebaik-baiknya untuk memenuhi kebutuhan rakyat Indonesia, bukan dibiarkan dieksploitasi oleh bangsa lain. Kelima, membangun sumber daya manusia yang berakhlakul karimah, kompetitif dan berdaya saing global. Dalam hal ini, pemerintah dan masyarakat berkewajiban untuk bersama-sama mendorong prinsip-prinsip penyelenggaraan pendidikan yang berkemanusiaan dan mementingkan keseimbangan antara tujuan nilai, karakter dan profesionalisme. Sebagai contoh, muatan teknis dari poin ini adalah upaya menggenjot muatan pendidikan moral pancasila, pendidikan agama, pendidikan bermuatan lokal, IPTEK dan sebagainya.
Keenam, membangun sistem perekonomian yang berpihak terhadap seluruh rakyat Indonesia. Ketujuh, mengembangkan industri dalam negeri, berupaya mewujudkan Indonesia sebagai lumbung energi dan lumbung pangan dunia. Serta menolak masuknya imigran asing yang dapat mengancam kesempatan kerja rakyat Indonesia. Kedelapan, Menjunjung tinggi nilai-nilai demokrasi yang berkeadilan, menolak liberalisasi, dan politik dinasti. Kesembilan, menolak berkembangnya paham komunis di Indonesia yang dapat mengancam kehidupan berbangsa dan bernegara. Terakhir, berkomitmen memerangi peredaran dan penggunaan narkoba yang dapat mengancam masa depan generasi muda Indonesia.
Demikian kesepuluh poin penting gagasan fundamental yang tegas dibacakan oleh ketua umum PB HmI dihadapan presiden RI. Sebagai kader HMI, kita patut bersyukur dengan tersalurkannya aspirasi ini. Semoga, komitmen ini bisa ditindaklanjuti, bukan untuk sekedar didengar oleh penguasa sebagai ‘obat penenang’. Berkenaan soal tempat dan waktu pertemuan ini, bagi saya tidak ada persoalan, yang terpenting adalah merawat idealisme gerakan dan tetap menjaga independensi organisasi.
*Penulis adalah Wasekjend Bidang LH PB HMI