Indonesia, Freeport dan Persatuan Kita

Oleh : M. Fazwan Wasahua*

Melihat masalah antara Pemerintah Indonesia dengan PT. Freeport saat ini saya jadi teringat Kasus Papa Minta Saham Tahun lalu yang menjerat seorang Ketua DPR RI, sebut saja SN yang ketahuan melakukan pertemuan dengan seorang Direktur PT. Freeport disalah satu Hotel ternama di Indonesia.

Dalam pembicaraan itu, SN meminta beberapa saham PT. Freeport untuk dimiliknya. Tapi supaya lebih menarik dan menemukan benang merahnya, mari kita mulai jauh sebelum kasus Papa Minta Saham itu mencuat.

Kita tentu masih ingat beberapa waktu sebelum kasus tersebut, sebagian besar rakyat pernah ngebully habis-habusan SN karena ketika berkunjung ke Amerika sempet berfoto dengan Donald Trump sebelum Pilpres Amerika. Foto-fotonya dibanjiri dengan komentar yang sinis dan antipati. Foto-foto itu diambil ketika waktu itu Trump sedang kampanye disalah satu pusat perbelanjaan di Amerika.

Sebagai informasi, Pemegang Saham terbesar PT. Freeport saat ini adalah Penasihat Donald Trump. President and CEO Freeport McMoRan Inc, Richard C Adkerson, mengungkapkan salah satu pemilik saham Freeport McMoRan Inc adalah Carl Icahn, pendiri Icahn Enterprises. Icahn memegang 7% saham Freeport McMoRan, dan tercatat sebagai pemegang saham terbesar sejak 1,5 tahun terakhir.

Icahn kini menduduki posisi penting pasca terpilihnya Donald Trump sebagai Presiden Amerika Serikat (AS). Ia adalah ‘Special Advisor’ alias staf khusus Trump. Kisruh mengenai kelanjutan investasi Freeport di Indonesia tentu tak lepas dari perhatian Icahn.

Baca Juga:  Kebangkitan Usaha Ultra-Mikro

Kita kembali ke topik utama soal Kasus SN. Lalu ketika balik dari Amerika, tiba-tiba Kasus Papa Minta Saham menjadi viral hingga disidangkan di Badan Kehormatan DPR RI terkait dugaan SN bermain mata dengan fihak PT. Freeport untuk penguasaan beberapa persen Sahamnya. Sayangnya ketahuan melalui rekaman.

Dalam rekaman tersebut, orang yang diduga SN mencatut nama Presiden dan beberapa Menteri lainnya. Lalu kasus ini menjadi perhatian publik. Presiden bahkan menanggapi kasus ini dengan sangat marah. Lalu SN mengundurkan diri dari jabatannya sebagai Ketua DPR RI.

Sementara itu, tak lama dari peristiwa Kasus Papa Minta Saham dan Pencatutan nama Presiden, Munas Golkar digelar. Anehnya, Presiden malah (diduga) mendukung SN sebagai kandidat Partai Golkar. Bahkan menurut keterangan ARB, dia sangat kaget ketika tahu bahwa Presiden mengatakan “katanya SN juga maju”.

Sunggu sesuai dugaan,  SN dengan mulus memenangkan Pemilihan di Munas Partai Golkar. Padahal sebelumnya di hantam dengan isu Papa Minta Saham. Lebih anehnya lagi, SN malah di angkat kembali sebagai Ketua DPR RI menggantikan AK yang sebelumnya menjabat menggantikan dirinya sendiri.

Nah, dari kejadian-kejadian itu, dikaitkan dengan kondisi saat ini, dimana Pemerintah dengan tegas dan garang menantang PT. Freeport, terlihat jelas bahwa Freeport seperti kehilangan nyali dan taji. Hingga isu yang diangkat untuk menakut-nakuti Pemerintah adalah PHK besar-besaran.

Baca Juga:  Freeport, Parlemen dan Kapitalisme di Indonesia

Aneh betul, nampaknya mereka sudah mengalami jalan buntu untuk melobi pemerintah. Mau lobi bagaimana, kalau para broker dan antek-anteknya sudah di taklukan lebih dulu oleh Jokowi. SN, JK, ARB, dll, dibuat mati kutu sama sekali. Khusus ARB yang juga merupakan bagian dari pemilik Saham di PT. Freeport bahkan sedang memohon-mohon agar Kasus Lapindo tidak di perpanjang.

Kita juga masih ingat beberapa waktu lalu sempat heboh mengenai isu Papua Merdeka. Bahkan Negara-Negara Melanesia membawa isu ini di sidang umum PBB. Dan telaknya, serangan mereka semua hanya dijawab oleh seorang diplomat junior dan itu juga perempuan. Lalu isu itu hilang entah kemana.

Sementara itu, Jokowi begitu ngotot melakukan pembangunan besar-besaran di Tanah Papua. Jalan-jalan dibuka hampir menembus semua pedalaman. Tentu itu sebagai jawaban nyata, bahwa pemerintah punya komitmen untuk untuk memperhatikan Papua.

Saya sebut semua peristiwa itu adalah perang dingin antara Pemerintah dan Kapitalisme Global. Lalu puncaknya seperti saat ini, ketika semua bidak-bidak catur lawan sudah dikunci ruang geraknya. Dan Jokowi sudah merapikan bidak-bidaknya sesuai strateginya, maka satu langkah lagi untuk skak mat. Freeport harus tunduk kepada Kedaulatan, Konstitusi dan Harga Diri Bangsa Indonesia.

Baca Juga:  Mewaspadai Cyber-Crime Keuangan

Oh, betapa aku jadi teringat perkataan Bung Karno. Bahkan seakan-akan pekikan itu menggelegar dalam dadaku. Kata beliau; Saudara-saudara dan rombongan-rombongan: “Buka mata! Buka otak! Buka telinga! Perhatikan, Perhatikan keadaan dan sedapat mungkin carilah pelajaran dari hal hal ini semuanya, agar supaya saudara-saudara dapat mempergunakan itu dalam pekerjaan raksasa kita membangun Negara dan Tanah Air!”

Dan untuk saat ini, “…tibalah saatnya kita benar-benar mengambil nasib bangsa dan nasib tanah air di dalam tangan kita sendiri.” Bung Karno. Mari kita bersatu rapatkan barisan untuk menantang segala macam arogansi Kapitalisme Global itu. Mari kita tunjukan, bahwa kita adalah bangsa yang sejatinya Bangsa Yang Bersatu, Bangsa Bergotong Royong dalam memperjuangkan Kepentingan Nasionalnya!

Mari kita sama-sama bergerak dengan Pemerintah untuk Selamatkan Indonesia! Mari sejenak tanggalkan perbedaan-perbedaan kita. Apakah kita tidak malu dengan adik kandung kita Timor Leste yang rakyatnya bersatu untuk melawan Arogansi Australia.

Ayo, Mari kita tunjukkan, bahwa kita adalah Bangsa yang mengandalkan Persatuan untuk mencapai Kemerdekaan, Kedaulatan dan Harga Diri Bangsa kita sendiri. Ya, kita mampu untuk berdiri di atas kaki sendiri dengan persatuan dan kesatuan kita!

*Penulis adalah Ketua Dewan Pimpinan Cabang Human Illumination (HI) Tangerang Raya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *